Sabtu, 16 November 2019

HALITOSIS

1.        DEFENISI HALITOSIS ATAU BAU MULUT
Pengertian gigi dan mulut mencakup pengertian tentang gigi sehat, gigi karies dan penyakit-penyakit lain yang terjadi didalam rongga mulut. Kesehatan gigi dan mulut sangat dipengaruhi oleh kebiasaan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Bila pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut secara rutin dilaksanakan maka kemungkinan akan terjadi penyakit dalam rongga mulut lebih kecil dibanding bila hal tersebut diabaikan(Kristina, D., 2003). Kesehatan gigi dan mulut yang kurang baik dan penyakit-penyakit dalam mulut yang tidak dirawat sering merupakan gangguan karena rasa sakit yang ditimbulkan dan juga dapat menyebabkan rasa rendah diri  pada penderitanya karena adanya bau mulut yang tidak sedap atau dikenal dengan halitosis (Sugiharto A.A :2003).









Rongga mulut yang sehat memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif, menikmati berbagai jenis makanan, meningkatkan kualitas hidup, percaya diri, dan mempunyai kehidupan sosial yang lebih baik. Adanya halitosis memberikan dampak negatif terhadap semua hal tersebut, bahkan dapat memicu stres (Pintauli and Hamada, 2008). Halitosis dapat menimbulkan kerugian tidak hanya pada penderita tetapi juga orang lain dan dapat memengaruhi kehidupan sosial seseorang seperti rasa malu, menghindari pergaulan sosial dan penurunan rasa percaya diri (Djaya, 2001).  Oral hygiene yang buruk merupakan faktor risiko penyakit gigi dan mulut. Praktik oral hygiene dipengaruhi oleh lingkungan sosiodemografis, tingkat pendidikan, dan status sosioekonomi yang memberikan kontribusi pada kebiasaan menjaga kebersihan gigi dan mulut serta menggunakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut (Thapa et al.,2016).
Halitosis berasal dari sulfur berbentuk gas Volatile Sulphur Compounds atau VSC yang mudah menguap, merupakan produk sampingan dari bakteri. Adanya inflamasi  dalam rongga mulut, poket yang dalam, pendarahan, apalagi dengan pendarahan spontan  dapat meningkatkan  konsentrasi VSC dalam mulut sehingga dapat menimbulkan halitosis(Mustaqimah, D. N., 2002).
Halitosis dihubungkan dengan penyakit gigi dan jaringan sekitarnya seperti karies gigi, ganggren pulpa, gingivitis, periodontitis, stomatitis, glosistis dan kanker rongga mulut, semua penyakit ini dapat menimbukan halitosis patologis atau halitosis yang disebabkan oleh karena penyakit (Herawati, D., 2003).
Bau mulut sering disebut sebagai halitosis atau fetor ex ore atau fetor oris adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan suatu bau tak sedap yang berasal dari rongga mulut. Bau mulut terutama disebabkan oleh gas yang disebut volatile sulfur compound,  dihasilkan dari metabolisme protein yang mengandung sulfur aminoacid oleh bakteri rongga mulut. Namun, zat-zat lain yang tidak mengandung sulfur juga telah teridentifikasi sebagai kontributor yang potensial terhadap bau mulut, seperti volatile aromatic compounds yaitu indol dan skatol, asam organik yaitu acetik dan propionik, dan amine yaitu cadaverine dan putrescine (McDowell JD, Kassebaum DK. :1993)
Halitosis merupakan istilah untuk mendefinisikan bau tidak sedap dari pernafasan. Bau yang tidak sedap diakibatkan oleh bebasnya Volatile Sulfur Compound (VSCs) yang disebabkan oleh aktifitas pembusukan dari mikroorganisme gram negatif (Alshehri, 2015). Menurut (Agus Djaja tahun 2000) terdapat beberapa istilah bau mulut yang dipergunakan didunia ilmiah atau dimasyarakat sehari-hari. Istilah tersebut adalah halitosis, fetor oris, fetor ex ore, bau mulut, nafas tak sedap, oral malodor, bad breath, dragon breath dan jungle mouth.
2.        MEKANISME TERJADINYA HALITOSIS
Nafas bau secara mendasar disebabkan oleh dua hal yaitu fisiologis dan patologis. Sumber fisiologis dari nafas bau berasal dari kondisi pada permukaan dari lidah. Bakteri yang dijumpai pada permukaan lidah pasien yang sehat berbeda dengan pasien pengidap halitosis. Sumber patologis melibatkan keparahan saku gusi, yang dikenal dengan penyakit periodontal. Penyebab utama halitosis adalah bakteri dan VSC’s (The California Breath Clinic).
Halitosis berasal dari sulfur berbentuk gas Volatile Sulphur Compounds atau VSC yang mudah menguap, merupakan produk sampingan dari bakteri. Adanya inflamasi  dalam rongga mulut, poket yang dalam, pendarahan, apalagi dengan pendarahan spontan  dapat meningkatkan  konsentrasi VSC dalam mulut sehingga dapat menimbulkan halitosis.
Halitosis dihubungkan dengan  penyakit gigi dan jaringan sekitarnya seperti karies gigi, ganggren pulpa, gingivitis, periodontitis, stomatitis, glosistis dan kanker rongga mulut, semua penyakit ini dapat menimbukan halitosis patologis atau halitosis yang disebabkan oleh karena penyakit .
 
Karies gigi adalah kerusakan gigi yang ditandai dengan  rusak  email dan dentin  yang progresif yang disebabkan keaktifan metabolisme bakteri. Pada tahap awal sampai  karies lanjut gigi masih vital, karies gigi dapat meningkatkan kadar VSC yang disebabkan karena adanya pembusukan sisa makanan oleh bakteri didalam karies sehingga akan menimbulkan halitosis.
Gingivitis biasanya disebabkan oleh kondisi lokal maupun sistemik. Kondisi lokal meliputi hygiene mulut yang buruk impaksi makanan, dan iritasi lokal. Kondisi sitemik dipengaruhi oleh perubahan  hormonal  dan pemberian obat-obatan seperti obat anti konvulsan phenytoin dan derivatnya. Proses gingivitis biasanya diawali  dengan perubahan gingival  yang ditandai adanya perubahan warna, bentuk, ukuran, konsentrasi dan karakteristik permukaan gingival. Rasa nyeri dan sakit merupakan tanda yang langka dari gingivitis. Rasa  nyeri biasanya timbul pada saat menyikat gigi dan kadang timbul pendarahan, oleh karena itu penderita cenderung menyikat lebih lembut dan lebih jarang sehingga plak akan semakin terakumulasi dan dapat memperparah kondisi gingiva. Gingivitis dalam kondisi yang sudah parah dapat terjadi pendarahan spontan sehingga akan menimbulkan bau mulut atau halitosis yang berasal dari darah dan akumulasi pada gingival yang meradang. Meningkatnya akumulasi plak yang berasal dari sisa makan yang mengandung protein dan adanya sel darah yang mati pada gingival, akan meningkatkan kadar VSC, sehingga menimbulkan halitosis.
Periodontitis terjadi karena masuknya kuman ke jaringan pendukung gigi bisa melalui gusi atau melalui daerah apikal  sebagai kelanjutan dari karies yang tidak dirawat. Terjadinya peradangan pada jaringan penyangga  gigi menyebabkan terbentuknya  poket  dan resesi  gingival. Poket merupakan ciri utama dari periodontitis. Poket ditandai dengan warna gingival menjadi merah sampai kebiruan pada gingival tepi sampai gingival cekat.  Bentuk tepi gingival  membesar  dan membulat, papilla interdental  tumpul,  kadang timbul pendarahan pada gingival. Poket dan pendarahan  pada gingival  akan meningkatkan konsentrasi  VSC, karena protein yang berasal  dari sisa  makanan dan sel  darah yang mati pada poket, oleh aktivitas bakteri  dalam mulut  terbentuk gas VSC yang berbau  tidak sedap dan menimbulkan  halitosis. Poket dan akumulasi  plak  akan menimbulkan bau mulut  yang sangat mengganggu karena adanya  pembusukan  sisa makanan  dan pembusukan jaringan pada poket.
Stomatitis aftosa recurens atau RAS  adalah salah satu  kelainan  mukosa mulut  yang paling sering  terjadi . RAS diklasifikasikan menjadi  stomatitis aftosa recurrens  minor  atau MIRAS dan stomatitis aftosa  recurens   mayor atau MARAS. MARAS lebih hebat daripada MIRAS, secara klinis  ulser ini berdiameter  kira-kira  1- 3  cm berlangsung selama empat minggu  atau lebih  dan dapat terjadi  dibagian  mana  saja  dalam rongga  mulut.  Ulser pada mukosa mulut  akan menimbulkan  rasa sakit terutama bila tersentuh , pasien  akan mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya, sehingga terjadi peningkatan kadar  VSC yang berasal dari pembusukan sisa makanan  dan jaringan pada stomatitis  mayor yang dapat menimbulkan halitosis.
Glositis merupakan istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan perubahan pada lidah. Khususnya perubahan bagian-bagian dari lidah tampak mengalami  denudasi  atau lebih merah  dari  lazimnya. Lidah  memiliki area permukaan kasar yang luas. Area tersebut merupakan tempat tertimbunnya plak, yang merupakan lapisan tipis  yang berasal dari sisa makanan, terutama pada bagian posterior lidah. Peradangan pada lidah atau glositis  yang parah, akan meningkatkan akumulasi  plak  pada lidah, karena daerah tersebut akan semakin sulit untuk dibersihkan sehingga akan meningkatkan  kadar VSC dan menimbulkan  halitosis.
Kangker rongga mulut adalah tumor ganas yang sering terjadi di dalam rongga mulut yang biasanya  berupa  lesi dan kadang-kadang timbul  pendarahan. Lesi ini dapat terjadi pada dasar mulut, gusi, mukosa  bukal  dan lidah. Lesi dan pendarahan pada kanker rongga mulut akan meningkatkan  kadar VSC sehinggamenimbulkan  halitosis(Ni Putu Adnyani, I Made Budi Artawa. 2016)
Bau mulut dapat disebabkan oeh beberapa kasus antara lain adanya penyakit saluran napas atas dan bawah, kelainan neurologi, dan kelainan pencernaan, penyakit sistemik, dan penggunaan obat-obat analgesik, antihipertensi, antidepresi, dan antibiotik juga menimbulkan bau mulut. Hal lain yang dapat menyebabkan timbulnya bau mulut tersebut adalah faktor emosi seperti stres(Burket W Lester. 1994)
Pada banyak kasus, bau mulut berkaitan dengan keadaan rongga mulut yang berhubungan dengan metabolisme bakteri  mulut dan dimodulasi oleh saliva, sehinggga menghasilkan gas yang dapat menimbulkan bau(Burket W Lester. 1994)
Sumber utama penyebab bau mulut dapat diukur dengan adanya volatile sulfur compounds(VSC) dengan menggunakan alat bantu seperti organoleptic, chromatographich, dan menggunakan sulphide monitor(Rosenberg M.1991). akumulasi sisa makanan didalam mulut, terjadinya dekomposisi bakteri seperti yang terjadi pada punggung lidah, jaringan periodontal, dan juga pada gigi tiruan yang tidak  baik dan tidak di bersihkan semuanya dapat menimbulkan bau mulut. selain itu, bau mulut dapat juga dapat timbul pada kasus-kasus seperti adanya poket periodontal, karies gigi dalam perawatan orthodonti, pseudopoket yang berhubungan dengan erupsi gigi dan pembesaran gingiva, kehilangan interdental papila, serta akibat bedah yang menimbulkan perdarahan, dan nekrosis jaringan. Sebagian besar kasus halitosis yang berasal dari rongga mulut merupakan hasil dari metabolisme bakteri yang terdapat di dorsum lidah dan jaringan periodontal, serta dapat diperberat oleh daya aliran saliva yang rendah sepanjang hari dan adanya impaksi makanan(Burket W Lester. 1994).
Bau mulut dapat bersumber dari intraoral, dan bau mulut juga dapat berasal dari faktor ekstraoral termasuk faktor sistemik, namun 90% dari semua bau mulut berasal dari mulut itu sendiri. Faktor lokal bau mulut dapat berasal dari lidah dan sulkus gingiva, termasuk retensi makanan yang dapat menghasilkan bau pada permukaan gigi atau di antara gigi, tongue coating, Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG), keadaan dehidrasi, karies, gigi tiruan, merokok, dan penyembuhan luka bedah atau ekstraksi. Sumber ekstraoral yang dapat menimbulkan bau mulut antara lain berasal dari berbagai infeksi atau lesi traktus respiratorius seperti bronkhitis, pneumonia, bronkhiektasis, dan lain lain serta bau yang diekskresikan melalui paru-paru dari substansi aromatik dalam aliran darah, seperti metabolit dari makanan dan produk metabolisme sel. Napas dari peminum alkohol, bau aseton dari penderita diabetes, dan napas uremik yang menyertai disfungsi ginjal merupakan contoh dari bau mulut yang terjadi karena faktor ekstraoral. Daerah pada hidung atau nasopharynx perlu diperhatikan pula karena udara juga melalui daerah ini. Bau mulut dapat bersumber dari tempat ini apabila terdapat kelainan-kelainan atau penyakit-penyakit seperti penyakit pada sinus maksilaris misalnya sinusitis kronis, adanya penyakit infeksi pada tonsil, kelenjar adenoid, larynxitis dan pharynxitis merupakan penyebab bau mulut yang bersumber dari daerah hidung dan sekitarnya( Preti G, Clark L,dkk: 1992).
Daerah pada hidung atau nasopharynx perlu diperhatikan pula karena udara juga melalui daerah ini. Bau mulut dapat bersumber dari tempat ini apabila terdapat kelainan-kelainan atau penyakit-penyakit seperti penyakit pada sinus maksilaris misalnya sinusitis kronis, adanya penyakit infeksi pada tonsil, kelenjar adenoid, larynxitis dan pharynxitis merupakan penyebab bau mulut yang bersumber dari daerah hidung dan sekitarnya (Djaya A.:2000).
3.        PERILAKU SESEORANG TERHADAP TIMBULNYA PRNYAKIT HALITOSIS
Sembilan puluh persen pasien halitosis mempunyai penyebab dari mulut seperti kebersihat mulut yang jelek, penyakit periodontal, lapisan pada permukaan lidah, sisa makanan yang terbenam, gigi tiruan lepasan yang kotor, kanker dimulut, dan radang tenggorokan (The California Breath Clinic).
Penyebab halitosis biasanya karena kebersihan mulut yang buruk, karies yang dalam, penyakit periodontal, infeksi rongga mulut, mulut kering, mengonsumsi rokok, ulserasi mukosa, perikoronitis, sisa makanan dalam mulut serta tongue coating (Cortelli et al., 2008).
Selain itu adanya perilku buruk seperti kurangnya kebersihan mulut,pola makan juga merupakan penyebab utama halitosis karena adanya proses penguraian protein oleh bakteri, penguraian protein oleh bakteri ini menghasilkan gas yang berbau seperti hidrogen sulfida, metil mercaptan,kadaver, skatol, dan putricine, sehingga produk makanan yang kaya protein dapat menyebabkan bau mulut. selain itu mongonsumsi makanan tertenu seperti bawang mentah akan menghasilkan bau yang khas,biofilm (lapisan biologis) pada mukosa mulut yang mengandung jutaan bakteri, selain itu adanya karang gigi, radang gusi, resesi gusi, plak dan karang gigi, lesi atau luka dalam mulut, penyakit kelenjar ludah, tonsilitis/pembengkakan amandel, faringitis dan abses faringeal, gigi palsu yang kotor,tembakau,merokok, lesi dihidung dan telinga.
4.        PENCEGAHAN HALITOSIS
Cara mencegah halitosis atau  bau mulut yang bisa dilakukan oleh pasien adalah menjaga kebersihan rongga mulut khususnya setelah makan makanan tinggi protein, berkunjung ke dokter gigi untuk melakukan perawatan atau pemeriksaan gigi dan gusi, Menyikat gigi, teknik flossing dan pembersihan gigi tiruan, pendekatan mekanik meliputi scaling dan root planing dari poket periodontal, minum banyak air putih, sering berkumur-kumur dengan air membersihkan lidah dengan sikat gigi, sikat lidah atau skrap lidah (tongue scraper), berkumur-kumur dengan menggunakan obat kumur,  menstimulasi aliran saliva dengan mengunyah sesuatu bisa permen karet, cengkih atau permen pengharum nafas, tapi pastikan bebas gula. Saliva mempunyai efek membersihkan dan melarutkan bakteri dan produknya yang menyebabkan bau mulut dan berkunjung ke dokter umum untuk memeriksa kesehatan umum yang bisa menyebabkan bau mulut(Anonymous : 2003).

5.        PERAWATAN HALITOSIS
Perawatan untuk pasien bau mulut berdasarkan Treatment Needs (TN) dikategorisasikan menjadi lima kelas dalam rangka untuk menyediakan panduan dalam merawat pasien bau mulut. TN-1 merupakan penjelasan pada pasien mengenai bau mulut dan instruksi oral hygiene, TN-2 berupa oral prophylaxis, pembersihan secara profesional, dan perawatan untuk penyakit mulut khususnya penyakit periodontal, TN-3 berupa rujukan ke dokter umum atau dokter spesialis, TN-4 berupa penjelasan data pemeriksaan, instruksi profesional lebih lanjut dan pendidikan, dan TN-5 berupa rujukan ke Psikologis klinis, psikiatris atau spesialis psikologis lainnya (Sanz M:2001).
6.        PENGOBATAN HALITOSIS
Penggunaan obat kumur sebenarnya sah-sah saja, karena digunakan untuk menghilangkan bau  mulut. Tapi didalam obat kumur terdapat bahan antiseptik yang berfungsi membunuh kuman dan bila berlebihan dapat  merusak  ekosistem  yang ada di dalam rongga mulut yang akhirnya dapat  menimbulkan  bau  mulut. Antiseptik yang terkandung dalam obat kumur berfungsi melawan plak, melindungi gigi dari kerusakan serta menyamarkan   bau   mulut.   Menggunakan obat kumur tanpa aturan yang jelas dapat menyebabkan meningkatnya resiko untuk terjadinya kanker mulut. Oleh karena itu penggunaannya harus mengikuti aturan dan ketentuan  yang  dianjurkan  oleh  para praktisi kesehatan misalnya oleh dokter, dokter gigi, perawat gigi atau tenaga kesehatan gigi.


Praktisi kesehatan juga mengemukakan anjuran untuk menggunakan obat kumur  dengan  fungsi  sebagai  pelengkap atau tambahan untuk melakukan perawatan kesehatan gigi dan mulut saja. Bukan untuk perawatan berkelanjutan, karena penggunaan  obat  kumur  yang  secara  rutin  dan dalam jangka waktu panjang dapat meningkatkan risiko kanker  mulut. Pemilihan obat kumur tersebut tidak bisa sembarangan. Ada berbagai sebab yang ditimbulkan   dari   bau   mulut,   dan   tidak semua bau mulut dapat dihilangkan hanya dengan  menggunakan  obat  kumur (Akhmadi, 2008). Penggunaan obat kumur yang efektif adalah saat malam hari ketika hendak  tidur. Karena pada saat  kita tidur mulut kita tidak beraktifitas sama sekali, dengan demikian merupakan waktu yang tepat kuman-kuman beraktifitas.
Selain itu, Cara menangani bau mulut adalah pastikan diagnosis, identifikasi dan eliminasi faktor predisposisi dan faktor yang memodifikasi, identifikasi faktor kesehatan umum yang mempengaruhi dan rujuk ke dokter umum untuk penanganannya, dan meninjau kembali untuk memastikan.
Setelah diagnosis yang pasti telah dibuat, dilakukan perawatan yang meliputi instruksi oral hygiene yang meliputi menyikat gigi, teknik flossing dan pembersihan gigi tiruan, pendekatan mekanik meliputi scaling dan root planing dari poket periodontal dan akar gigi dan membersihkan lidah, pendekatan kimia menggunakan obat kumur, nasehat mengenai diet untuk membersihkan mulut setelah makan atau minum produk makanan atau minuman seperti ikan, daging, bawang putih, bawang merah, kopi dan merokok, dan kontrol secara teratur( Le at al.2004).
7.        KLASIFIKASI BAU MULUT (HALITOSIS)
Bau mulut dapat diklasifikasikan menjadi bau mulut sejati dan pseudo-bau mulut. Bau mulut sejati atau genuine halitosis adalah suatu keadaan dimana bau mulut yang tak sedap merupakan suatu masalah nyata yang dapat didiagnosis dengan cara pemeriksaan berupa organoleptik, gas kromatografi dan sulfida monitoring. Pseudobau mulut adalah suatu keadaan dimana bau mulut yang tak sedap sebenarnya tidak ada, namun pasien mempercayai bahwa ia memilikinya. Jika setelah perawatan, baik untuk bau mulut sejati ataupun pseudo-bau mulut, pasien masih meyakini bahwa ia memiliki bau mulut maka diagnosisnya disebut halitophobia.
Bau mulut sejati dikelompokkan menjadi dua subklasifikasi, yaitu bau mulut fisiologis dan bau mulut patologis. Bau mulut fisiologis disebut juga sebagai transient halitosis, berasal dari dorsum lidah, dan biasanya tidak membutuhkan suatu terapi. Situasi ini sering disebut sebagai “morning breath” yang lebih merupakan masalah penampilan daripada masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Sebaliknya, bau mulut patologis, tidak dapat diselesaikan dengan metode higiene mulut biasa dan dapat mencegah pasien menjalani kehidupan yang normal. Oleh karena itu, bau mulut patologis harus dirawat dan pendekatan terapeutiknya tergantung pada sumber bau mulut. Berdasarkan asalnya, bau mulut patologis disubklasifikasikan menjadi (1) oral, yaitu kondisi patologis berasal dari dalam rongga mulut dan (2) ekstraoral, yaitu kondisi patologis berasal dari luar mulut seperti traktus respiratorius atas maupun bawah, sistem pencernaan, kelainan sistemik dan sebagainya(Sanz M.dkk. 2001).

Tabel klasifikasi halitosis
No.
Klasifikasi
 Gambaran Umum
I.
Genuine halitosis
a.    Halitosis fisiologis



b.      Halitosis patologis

1)      Oral




2)      Ekstraoral
Halitosis jelas, dapat dirasa.
-          Halitosis muncul akibat proses pembusukkan didalam mulut. Tidak ada penyakit spesifik atau kondisi patologis.
-          Umumnya berasal dari tepi posterior lidah
-          Halitosis berhubungan dengan makanan



-          Halitosis disebabkan oleh penyakit, kondisi patologis atau malfungsi dari jaringan mulut.

-          Halitosis berasal dari lapisan lidah, kombinasi dari keadaan patologik(penyakit periodontal, serostomia)


-          Bau berasal dari nasal, perinasal dan laring
-          Bau berasal dari saluran napas dan cerna
-          Bau berasal dari dalam tubuh (diabetes, hepatic cirrhosis, uremia.

II.
Pseudohalitosis
-          Bau tidak dirasakan oleh orang lain, meskipun pasien mengeluh tentang keadaannya.
-          Dapat dilakukan penyuluhan  (dukungan, pendidikan dan keterangan dari hasil pemeriksaan) dan pengukuran kebersihan mulut.
III.
Halitofobia
-          Dirasa mulutnya berbau walaupun telah dilakukan pemeriksaan
-          Tidak ada pemeriksaan fisik yang jelas tentang halitosis ini

8.        ALAT DAN CARA UKUR BAU MULUT
Terdapat tiga metode utama dalam mengukur bau mulut, yaitu pengukuran organoleptik, gas kromatografi (GC) dan sulfida monitoring. Pada pengukuran organoleptik, uji pada pasien dinilai berdasarkan persepsi pemeriksa terhadap bau mulut pasien. Gas kromatografi (GC) dipertimbangkan sebagai standar utama untuk mengukur bau mulut karena pengukuran ini spesifik terhadap volatile sulfur compound yang merupakan penyebab utama bau mulut, namun peralatannya mahal, besar dan membutuhkan keterampilan operator. Sulfida monitoring, seperti misalnya halimeter, dapat menganalisis kandungan sulfur total dari udara mulut pasien(Sanz M.dkk. 2001).
Dewasa ini, analisis kuantitatif dengan menggunakan Kromatograf Gas (Gas Chromatograph (GC)) dianggap sebagai alat ukur bau mulut yang dapat diandalkan. Akhir-akhir ini, dikembangkan suatu alat kromatograf gas (GC) yang sederhana, praktis dan dilengkapi dengan indium oxide semiconductor gas sensor (SCS) untuk mengukur konsentrasi volatile sulfur compounds (VSC) di dalam udara rongga mulut. Alat ini dapat memenuhi harapan para praktisi kedokteran gigi mengingat alat ini mudah dioperasikan, memiliki sensitivitas dalam mendeteksi bau mulut, sederhana, mudah dipindah-pindahkan, dan memiliki harga yang rendah. Sebagai tambahan, alat ini dapat mengukur konsentrasi gas individual dari volatile sulfur compounds (VSC) dalam ukuran part per billion (ppb) dan ng/10 ml. Kemampuan tersebut dapat memudahkan kita untuk membedakan bau mulut patologis dan bau mulut fisiologis. Alat ini juga mudah dipindah-pindahkan dan praktis, sehingga dapat dipergunakan dalam lingkungan klinik maupun penelitian lapangan, atau untuk tujuan penelitian epidemiologis. GC-SCS Oral Chroma dikembangkan secara kolaboratif bersama Profesor Hideo Miyazaki  (Divisi Kedokteran Gigi Pencegahan, Departemen Ilmu Kesehatan Mulut), Graduate School of Medical and Dental Science University of Niigata, dan FIS Co., Ltd. ABILIT Corporation.
GC-SCS Oral Chroma merupakan kromatograf gas (GC) yang praktis dan sederhana, dan dilengkapi dengan semiconductor gas sensor (SCS) yang baru dikembangkan dari indium oksida (In2O3), yang memberikan sensitivitas tinggi untuk hidrogen sulfida (H2S), methyl mercaptan (CH3SH), dan dimethyl sulfide ((CH3)2S). Alat GC-SCS ini dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi gas-gas volatile sulfur compound (VSC) individual seperti hidrogen sulfida (H2S), methyl mercaptan (CH3SH), dan komponen volatile sulfur compound (VSC). Rasio dari masing-masing komponen sangat penting dalam diagnosis bau mulut. Hanada dkk pada tahun 2003 dan Murata dkk pada tahun 2006 melaporkan bahwa pegukuran menggunakan GC-SCS memiliki reprodusibilitas tinggi untuk gas-gas volatile sulfur compound (VSC) individual, dan sedikit sekali terpengaruh oleh bahan-bahan mudah menguap lainnya seperti acetone dan ethanol. Alat ini dapat mendeteksi bau mulut dalam konsentrasi volatile sulfur compound (VSC) yang sangat rendah, sehingga pemeriksaan yang dilakukan mencerminkan ketepatan dan sensitivitas GC-SCS.
Prosedur pemeriksaan yang dianjurkan adalah sebagai berikut. Pasien diminta untukberhenti makan atau minum, menghentikan kebiasaan membersihkan mulut yang biasa dilakukan sehari-hari, berhenti menggunakan obat kumur dan penyegar nafas, dan seluruhnya dilakukan setidaknya 2 jam sebelum penilaian dilakukan. Semprit (syringe) plastik sekali pakai berukuran satu milliliter dimasukkan ke dalam rongga mulut sedalam 5 cm di antara gigi-gigi anterior atas dan bawah, dan mulut tetap tertutup. Semprit diletakkan secara perlahan-lahan agar tidak menyentuh lidah. Sebelum menganalisis sampel udara rongga mulut, subjek diminta untuk menghirup nafas panjang sembari tetap menutup mulut dan bernafas lewat hidung selama 30 detik. Setelah 30 detik berlalu, batang plunger pada semprit ditarik perlahan, dan kembali didorong. Kemudian tarik untuk kedua kalinya sebelum melepaskan semprit plastik tersebut dari mulut. Setelah mengaspirasi 1 ml udara rongga mulut, jarum dipasang kembali pada semprit dan sampel mulai disemprotkan sebanyak 0,5 ml. Akhirnya, sisa sampel udara rongga mulut diinjeksikan ke dalam bagian dari alat yang disebut injection port pada GC-SCS. Pengukuran akan dimulai secara otomatis.
Dalam pemprosesan data, Oral Chroma Data Manager merupakan suatu program yang akan memproses analisis hasil pengukuran yang didapatkan dari GC-SCS. Pengatur data ini akan secara otomatis memproses nilai pengukuran data dan akan ditampilkan pada layar komputer. Hasil akan tampak dalam bentuk grafik, kurva, dan numerik yang meliputi tiga gas utama, hidrogen sulfida (H2S), methyl mercaptan (CH3SH), dan dimethyl sulfide ((CH3)2S) dalam unit ng/10 ml dan part per billion (ppb). Pemprosesan data dapat memberikan tampilan grafis pada komputer termasuk komentar evaluasi singkat mengenai nilai pengukuran yang membantu dalam analisis data. Sebagai tambahan, tampilan grafis dapat digunakan oleh para klinisi untuk berkomunikasi dan memberikan edukasi kepada pasien mengenai hal-hal yang terkait kesehatan rongga mulutnya( rahardjo A,dkk.2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perbaikan pelayanan BPJS untuk mendukung program pelayanan kesehatan

                                        Pemerintah menambah kuota Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK) yang ditanggung...